Ramadhan sebagai wahana revolusi mental
Salah satu manfaat Ramadhan, kata Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA, merupakan ruang mendadar kejujuran. Tidak ada orang sejujur orang puasa. Bahkan tiada orang disiplin sedisiplin orang puasa. Maka sangat strategis jika momentum Ramadhan dijadikan sebagai wahana revolusi mental bangsa Indonesia. “Meskipun sebenanrnya itu jauh lebih dulu ada sebelum program revolusi mental dari pemerintah,” tukasnya.
Menurut Pengurus LPTQ Jawa Timur
ini, banyak sekali peringatan dalam Islam
yang bisa dimaksimalkan guna menstimulasi
dan menumbuhkan semangat berislam.
Terbukti, inspirasi ajaran Islam telah masuk
pada semua sendi kehidupan. Ada yang
beranggapan, bahwa islamisasi hanya
sekedar formalitas belaka. “Meski terkesan
terlambat, tapi itu tak masalah ketimbang
tidak sama sekali,” tukas guru besar UIN
Sunan Ampel Surabaya ini singkat.
Kini tak hanya sistem ekonomi syariah
dan wisata syariah saja yang mengalami
labelisasi Islam. Namun dalam kajian
keilmuan, sebenarnya jauh lebih dulu
mengalami islamisasi. Sebut saja misalnya
kajian Psikologi Islam, Komunikasi Islam
dan lain sebagianya. “Memang ada beberapa
kekurangsempurnaan dalam proses
Islamisasi tersebut. Dan inilah yang harus
disempurnakan ke depan,” tegas Rektor
Unipdu Jombang ini.
Jika menginginkan kejayaan Islam, tuturnya, mau tidak mau dituntut persatuan dan rasa bangga dengan ajaran Islam itu sendiri. Penulis buku Fundamentalisme Antara Barat dan Dunia Islam ini mengingatkan, saat ini kaum Muslim tak perlu memperbesar perbedaan. “Sebab masih banyak energi yang bisa disalurkan pada halhal yang lebih besar dan strategis,” ujarnya.
Jika menginginkan kejayaan Islam, tuturnya, mau tidak mau dituntut persatuan dan rasa bangga dengan ajaran Islam itu sendiri. Penulis buku Fundamentalisme Antara Barat dan Dunia Islam ini mengingatkan, saat ini kaum Muslim tak perlu memperbesar perbedaan. “Sebab masih banyak energi yang bisa disalurkan pada halhal yang lebih besar dan strategis,” ujarnya.
Apalagi saat ini umat Islam sedang
dihadapkan pada situasi yang sulit. Di
saat semangat berislam begitu semarak,
sikap antipati atau islamophobia lantaran
munculnya gerakan-gerakan radikal dan
ektimisme makin mengental. “Untuk
mencairkannya, kita harus kembangkan
Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Islam yang
menyebarkan kedamaian bagi semesta,”
imbuhnya menawarkan solusi. “Jika ini yang
dikembangkan, tentu orang non Muslim
akan simpati dan kelompok yang berbeda
tidak akan antipati,” kata lelaki kelahiran
Nganjuk 7 Juni 1955 ini memberikan garansi.
Dalam momen Ramadhan saat ini,
lanjut Imam Besar Masjid Nasional al-Akbar
Surabaya ini, kita perlu mengkampanyekan
back to Islam. Sebab ada garansi yang
diberikan Allah SWT, bahwa kepatuhan
kepada ajaran Islam akan membawa
kesejahteraan dan kemajuan. “Karena
kita hidup di Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka tugas kita adalah mengisi
negara Pancasila dengen ajaran Islam dan
menegakkan hukum Allah yang bersumber
dari al-Qur’an dan Hadits,” tandasnya.
Bagi Prof. Dr. H. Abd. Haris, M.Ag,
ada dua pelajaran penting yang bisa dipetik
dari bulan Ramadhan. Pertama, puasa
berakibat kepada perhatian terhadap sosial
kemasyarakatan. Rasa lapar akan menimbulkan
kesadaran, bahwa lapar itu
menyiksa. Oleh karenanya, di bulan Ramadhan
juga ada kewajiban untuk menunaikan
zakat thrah.
Kedua, puasa itu mempunyai arti alimsak
atau menahan. Di sini tidak hanya
menahan lapar dan haus, tapi juga menahan
diri dari melakukan sifat-sifat tercela (alakhlaq
al-madhmumah); seperti marah,
su’udzdzon, mencela, ghibah dan lainnya.
Dan pusat pengendaliannya ada dalam hati
(al-qalb). “Dengan demikian, puasa juga
Dikutip dari Buletin Mimbar Pembangunan Agama
KEMENAG Jawa Timur
#potensiutama
#upu
#pucc
Dikutip dari Buletin Mimbar Pembangunan Agama
KEMENAG Jawa Timur
#potensiutama
#upu
#pucc
Post a Comment